C'est La Vie.

By Nanda Septania - June 08, 2014

Kali ini, akan kusampaikan padamu. Pada kalian. Tentang cinta. Tentang cerita negeri bernama senyuman dan hujan yang kau sebut air mata...tentang itu.
Sudah genap delapan minggu senyum ini tertanggal pada bibir kering ini. Dan sudah genap 421 hari dia tidak pernah tau tentang itu. Dia bahkan tidak mau menengok pada wajah usangku. Dan aku? Aku hanya diam. Diam-diam menceritakan ini lewat curhatan dungu pada salah satu temanku. Aku tau, aku terlampau hina untuk mendambakan rasa yang lebih dari itu, pertemanan.




Tapi tololnya, aku masih terus saja merajuk pada nasib. Meminta dengan segala tipu daya agar menjadikan dia dan aku....bersama. Hasilnya tetaplah nihil. Lalu aku? Aku meratapi nasib. Mencoba menghapus sosok itu dengan mengganti yang ada. Dan sekali lagi hasilnya nihil. Tuhan sepertinya menolak mentah pengajuan proposalku. Proposal yang sudah aku buat dengan segenap rasa. Rasa yang telah ku bangun dari pertama dan iringan air mata. Dan Tuhan menolaknya. Dan dan dan.......aku kosong. Pada akhirnya pun tetaplah dia akan pergi. Tanpa pamit dan tanpa sun salam perpisahan. Begitu pahit. Seperti mengobati luka dengan cuka*. Kau pasti tau rasanya perih. Tapi aku terus saja berharap dia akan datang dengan sebuah gitar dan bernyanyi di depanku. Sambil tersenyum dan membawa makanan favoritku. Aku bahkan berkorban begitu banyak waktu untuk dia. Tapi siapa yang peduli? Gak ada. Bahkan kurasa dia pun tak pernah mau hanya untuk sekedar tersenyum padaku. Manis bukan? :')


dan akhirnya waktu itu datang juga. Dia pergi dengan kata "good bye". Tidak ada sun atau bahkan hanya sekedar kata "see ya!" oh Tuhan, manis sekali takdirmu. Aku terpaku menatap dia pergi. Perlahan wajah ini sudah penuh dengan guratan hitam. Dan setiap malam air mata ini pasti muncul dari peraduannya. Dan sekali lagi siapa yang peduli?
Hari demi hari aku mulai jenuh menantimu yang tak pasti. Dan sayangnya, aku masih belum bisa untuk berprinsip pada kata "masa bodoh dengan kenangan". Siapa yang peduli?
Hingga pada batasnya aku...menyesal menunggu dia. Karna bayangan dia semua hidupku luluh lantah oleh waktu. Cinta atau nafsu. Semua mengalir begitu saja. Manis seperti senyumnya pada gadis lain, pahit seperti genjrengan gitarnya untukku. But, inilah hidup pada waktu yang ada masanya berada pada titik beku. Mati, diam dan membisu. Membiarkan mereka bahagia dan aku? Jangan pikirkan aku. Tenang saja, aku ada. Untuk menjadi power ranger merah yang mulai meraba dan berusaha memperbaiki apa yang bisa diperbaiki. Bukankah begitu? Kuharap. Karena sekali lagi, C'est La Vie, beginilah hidup:')



  • Share:

You Might Also Like

0 comments